MENU

Sabtu, 07 September 2013

SOFTWARE PENELUSURAN MINAT KARIR

Peminatan Belajar Siswa merupakan konsep atau terminologi baru yang digunakan dalam Kurikulum 2013, menggantikan konsep penjurusan yang digunakan dalam Kurikulum 2006 dan kurikulum sebelumnya. Berpegang pada rumusan yang disampaikan oleh Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling (2013), peminatan belajar siswa dapat diartikan sebagai upaya yang berkesinambungan untuk mengadvokasi dan memfasilitasi perkembangan peserta didik, melalui proses pengambilan pilihan dan keputusan oleh peserta didik yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan peluang yang ada di lingkungannya agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mencapai perkembangan optimum. Kegiatan peminatan belajar siswa sesungguhnya tidak hanya terjadi pada jenjang SLTA, tetapi merupakan proses yang sistematis dan berkesinambungan yang dimulai sejak siswa duduk di bangku sekolah.

Masing-masing tingkat arah peminatan itu memerlukan penanganan yang akurat sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa yang bersangkutan, serta karaketristik satuan pendidikan di mana siswa belajar.

Peminatan tersebut sepertinya akan lebih terarah bila konselor sekolah memiliki data minat siswa sehingga sedikitnya dapat terlihat minat karir seseorang. Untuk itu sepertinya instrumentasi non-tes ini dapat membantu silahkan klik https://docs.google.com/file/d/0B9VrK3wdXghJZm55RkQ3RmM2cEU/edit?usp=sharing

Berikut ini penampakannya






Mudah-mudahan dapat membantu teman-teman sekalian.
»»  SETERUSNYA...

SISI POSITIF KEGIATAN ALAM BEBAS



Kegiatan alam bebas sering kali diragukan oleh beberapa kalangan. Bahkan sering kita mendengar sebuah untaian kalimat "Untuk apa naik gunung jika nanti turun juga" Bagi orang awam, mendaki gunung, mengarungi arus deras, menyelusup dalam gelapnya goa, memanjat tebing memang dipandang sebagai suatu kegiatan yang sia - sia.



Kendati begitu, kegiatan petualangan di alam bebas justru semakin berkibar di persada tercinta ini. Sebut saja ekspedisi Seven Summits, ekspedisi Leuser, ekspedisi Memberamo dan masih banyak lagi. Bahkan peminat aktivitas yang sepi tepuk tangan penonton ini semakin menjamur di Nusantara.

Lantas, apa yang mendorong para petualang mengeluti dunianya, hingga mereka cuek saja terhadap pandangan awam? Sebenarnya para petualangan itu pada awalnya berangkat dari rasa iseng belaka, ikut - ikutan dan sekedar pemuas rasa ingin tahu mereka. Namun apa pun awal perkenalan dengan dunia petualangan, yang jelas mereka langsung ketagihan dengan dunia itu. Seolah - olah alam bebas bagai magnit yang terus menarik - narik mereka untuk kembaliberpetualang kembali.

Biarpun kita mendaki gunung yang sama, pengalaman yang kita peroleh selalu berbeda. Artinya para petualang selalu mencari hal baru / tantangan baru dan bagaimana cara mengatasi tantangan itulah yang menyebabkan mereka selalu kembali ke alam bebas. Selain itu, tentu saja pemandangan indah yang ditawarkan alam bebas berperan besar dalam membujuk para petualang untuk turun kembali ke alam bebas.

Pada mulanya mereka memang mendapat kepuasan setelah menjawab tantangan dan menikmati panorama indah yang disodorkan alam bebas. Tetapi dari pengalaman naik turun gunung itu, pelan - pelan mereka mendapat sesuatu yang lebih. Bukan lagi sekedar kepuasan mencapai puncak ketinggian. Sifat - sifat positif secara perlahan akan terbentuk, sifat - sifat yang memang diperlukan pada saat - saat bertualang maupun dalam kehidupan sehari - hari.

Sifat - sifat tersebut misalnya, berani mengambil keputusan. Di dalam situasi yang kritis, kita dituntut untuk secepat mungkin mengambil keputusan dengan bijak dan kepala dingin. Dan yang pasti keputusan tersebut tidak akan membahayakan keseluruhan tim, apalagi pada saat tersebut kita bertindak sebagai ketua rombongan.

Perselisihan bukanlah barang asing dalam dunia petualangan. Yang muncul akibat kondisi mental dan phisik yang sudah letih, sehingga kita mudah sekali tersinggung. Tapi karena kondisi alam bebas yang menuntut kerjasama, para petualang tidak bisa mengumbar emosinya begitu saja. Sedikit demi sedikit emosi pun dapat dikendalikan, sehingga tidak tertutup kemungkinan perselisihan terlupakan.

Dengan naik gunung pun kita berlatih memotivasi diri. Karena di gunung yang menjadi penghalang utama adalah si pendaki itu sendiri.Capek - lah, dingin - lah, masih jauh - lah hingga mereka tidak mau melanjutkan perjalanannya. Kalau saja mereka bisa mengalahkan perasaan itu dalam kehidupan sehari - hari, ini bisa sangat berguna pada saat kita menghadapi masalah pelik.

Begitu juga dengan sifat cermat membuat perhitungan dan tidak mudah mengeluh. Kondisi alam bebas yang sulit diduga menuntut persiapan dan perhitungan yang matang, kalaupun ada yang meleset harus kita hadapi dengan pikiran dingin dan lapang dada tanpa saling menyalahkan. Di tengah hutan kita akan mengeluh kepada siapa, toh yang kita keluhi pun dalam kondisi yang sama, malah - malah keluhan kita bisa mengendorkan mentalitas rekan lainnya.

Dalam melakukan aktivitas ini kita dituntut untuk selalu jujur, misal suatu ketika kita melakukan pendakian seorang diri dan tidak mencapai puncak. Bisa saja kita bilang sampai dipuncak, toh tak ada saksi yang akan menyanggahnya, disinilah kita harus jujur, karena pengalaman yang terjadi mungkin berguna bagi teman - teman yang lain. Bila kita sudah mencapai tahap ini, puncak bukan lagi menjadi sasaran utama. Begitu pula dengan kebanggaan yang dulu sampai - sampai bisa menyesakkan dada karena berhasil menaklukkan sebuah puncak, perlahan akan hilang. Karena yang lebih esensi dalam tahap ini adalah bagaimana kita mendapatkan tantangan baru dan bagaimana memecahkannya.

Juga mengurangi nafsu merusak seperti corat - coret, memetik Edelweis dan membuang sampah sembarangan sudah lama mereka tinggalkan. Karena motto “Jangan ambil sesuatu kecuali photo dan jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak“ sudah melekat pada diri mereka. Tetapi semua ini adalah proses yang harus dilalui oleh semua orang untuk menjadi pecinta alam sejati.

Untuk menjadi seorang petualang yang baik kita harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup, peralatan dan perbekalan yang memadai, mental dan phisik yang baik serta daya juang yang tinggi. Tanpa itu jangan harap kita bisa selamat dalam melaksanakan aktivitas petualangan, sedangkan mereka yang telah cukup memiliki segala sesuatunya pun terkadang tidak luput dari resiko berat aktivitasoutdoor sport ini.

Semua aktivitas yang dilakukan manusia mempunyai resiko, begitu pula dengan aktivitas petualangan di alam bebas. Ibaratkan seorang pelaut yang harus meninggalkan keluarganya berbulan - bulan, itu adalah resiko dari profesi keahlian yang digelutinya.

Kaum awam seringkali mengidentifikasikan kegiatan outdoor sportsebagai aktivitas yang dekat dengan kematian, padahal para petualang sebetulnya adalah orang - orang yang menghargai kehidupan, hal ini terlihat bagaimana mereka menerapkan safety procedure dalam setiap aktivitasnya. Kalau bicara soal kematian, di atas tempat tidur pun apabila Tuhan menghendaki, kita semua bisa mati atau bisa kita lihat bagaimana banyaknya orang mati karena kecelakaan lalu lintas. Jadi tidak perlu takut melakukan aktivitas petualangan di alam bebas.

http://www.belantaraindonesia.org/2012/01/sisi-positif-kegiatan-alam-bebas.html






»»  SETERUSNYA...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...